"Nglurug tanpa bala." Demikian bunyi pepatah Jawa yang maksudnya
memenangkan perang tanpa berperang
alias memenangkan perang tanpa
pasukan perang, kelihatannya mustahil. Tapi dalam strategi meraih kemenangan
tak ada yang mustahil. Sepanjang strategi untuk meraih kemenangan itu sesuai
atau relevan dengan apa yang sedang di hadapi. Di tahun 2016 yang sedang kita
jalani saat ini kita menghadapi era MEA, dimana Indonesia adalah salah
satu negara anggota ASEAN dan sembilan negara lain yaitu Malaysia,
Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos, Thailand, Myanmar, dan
Filipina akan menjadi kesatuan pasar dan basis produksi sekaligus menjadi suatu
komunitas besar yang mendorong kemajuan antar negara anggota yang di sebut
dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Ibarat
pedang bermata dua, bisa berkah atau musibah, inilah yang sedang di hadapi oleh
Indonesia di era MEA, namun walaupun demikian kita harus siap. MEA bisa menjadi
peluang ataupun tantangan, MEA menjadi
peluang karena tujuan MEA adalah mewujudkan kawasan ekonomi ASEAN yang stabil,
makmur dan memiliki daya saing tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas
barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih
bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan sosial-ekonomi. MEA menjadi peluang, manakala SDM Indonesia mampu mempersiapkan diri
bersaing dengan SDM dari luar yang akan membanjiri pasar tenaga kerja di
Indonesia. Sebaliknya, tenaga kerja Indonesia yang berkualitas juga akan mampu
bersaing di Negara-negara kawasan ASEAN. MEA menjadi tantangan karena setiap SDM yang hendak bersaing di pasar
tenaga kerja harus berhadapan langsung dengan para pesaing dari berbagai Negara
di ASEAN. SDM dari Negara ASEAN lainnya yang hendak masuk di Negara Indonesia
tentu mempunyai kesiapan bersaing, kemampuan bahasa, kompetensi, daya juang dan kemampuan lainnya yang lebih siap dan lebih baik. oleh karena itu,
ketika SDM Indonesia tidak mampu bersaing dengan SDM asing, tentu SDM Indonesia
hanya akan menempati posisi bawah yang sifatnya tidak penting,
bergaji rendah, tidak berkontribusi dalam pembuatan keputusan.
Data Badan Pusat
Statistik (BPS) bulan Agustus 2015 di Indonesia menunjukkan bahwa TPT (Tingkat
Pengangguran Terbuka) menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan yaitu SD
sebanyak 1.004.961, SLTP 1.373.911, SMU 2.280.029, SMK 1.569. 690,
akademi/diploma 251.541 dan Universitas 653.586. Dari data tersebut menunjukkan
bahwa masih tingginya pengangguran di indonesia bahkan yang tamatan universitas
pun masih banyak yang menganggur,oleh karena itu
pendidikan Indonesia harus menyiapkan SDM yang kompetitif dan mampu bersaing
menyongsong pasar bebas ASEAN / yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi
ASEAN.
Pengembangan
SDM dilakukan dengan jalan pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin besar peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan,
walaupun demikian jumlah SDM yang berpendidikan tinggi masih bisa dikatakan
sedikit, padahal seiring dengan berjalannya waktu kebutuhan akan sumber daya
manusia yang profesional dan berpendidikan akan semakin tinggi.
Salah
satu pendidikan tinggi yang tidak kalah pentingnya dalam pemberdayaan sumber
daya manusia adalah Pendidikan Pascasarjana. Terdapat banyak lembaga pendidikan
yang menyelenggarakan Pendidikan Pascasarjana. Data dari BPS menunjukkan bahwa
PTN/PTS dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013/2014 sebanyak
99 PTN dan 3.181 PTS (katalog BPS, hal 142), sedangkan yang dibawah naungan
Kementerian Agama 53 PTN dan 625 PTS (katalog BPS, hlm. 143). Dari data tersebut menunjukkan bahwa
sebenarnya perguruan tinggi di Indonesia sangat banyak akan tetapi apakah sudah
relevan (sesuai dengan kebutuhan) atau belum itu yang harus disesuaikan.
Di era MEA relevansi selalu
diperhitungkan, pengembangan SDM tentunya harus relevan dengan kebutuhan zaman.
Pendidikan Pascasarjana membentuk SDM menjadi pribadi yang fleksibel yang mampu
beradaptasi dengan perubahan. Pribadi yang mampu mengikuti alur zaman tanpa
harus terbawa arus dan juga bisa memahami kebutuhan masyarakat sesuai dengan
zamannya karena sesuatu yang tidak dibuat sesuai kebutuhan akan menjadi hal
yang sia-sia.
Kehadiran Pendidikan
Pascasarjana kiranya sesuai dengan kebutuhan zaman yang semakin lama semakin
menuntut kita untuk berpendidikan tinggi. Seseorang yang berpendidikan
diharapkan memiliki karakteristik yang relevan dan sejalan dengan cita-cita
bangsa yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
berkontribusi dalam kedamaian dunia.
Pengembangan
sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas menjadi tanggung jawab
pendidikan nasional, terutama dalam mempersiapkan peserta didik untuk menjadi
subjek yang memiliki peran penting dalam menampilkan dirinya sebagai manusia
yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional pada bidangnya (Mulyasa,
2002:3).
Masalah
relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak
siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan
pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya
lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan
tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja
Tujuan pendidikan yang dijalankan oleh sekolah maupun
Pendidikan Pascasarjana harus memiliki relevansi dengan kehidupan masyarakat. Yang
dimaksud relevansi di sini adalah memiliki tujuan yang mengacu pada kebutuhan
dan mampu memberdayakan masyarakat sekitar secara optimal. Pendidikan yang
relevan idealnya harus mampu melahirkan manusia-masusia yang memiliki kompetisi
sesuai dalam menjawab tantangan dan kebutuhan di jamannya.
Sehingga dapat disadari, bahwa pendidikan khususnya Pendidikan Pascasarjana memiliki peran penting dalam mendukung pembentukan MEA dan dalam mempersiapkan masyarakat indonesia untuk menghadapi integrasi regional. Pendidikan Paascasarjana harus bermutu yaitu memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung.
Sehingga dapat disadari, bahwa pendidikan khususnya Pendidikan Pascasarjana memiliki peran penting dalam mendukung pembentukan MEA dan dalam mempersiapkan masyarakat indonesia untuk menghadapi integrasi regional. Pendidikan Paascasarjana harus bermutu yaitu memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung.
Saat ini lembaga pendidikan tinggi didorong untuk dapat
menghasilkan lulusan berkualitas internasional yang dilengkapi dengan
keterampilan profesional, keterampilan bahasa dan keterampilan antar budaya
Ada empat peran strategis perguruan tinggi sebagai
lembaga penyedia sumber daya manusia unggul. Pertama, sosialisasi kepada
pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha tentang dampak berlakunya MEA,
agar mereka meningkatkan daya saingnya. Kedua, meningkatkan kualitas dan
relevansi perguruan tinggi. Ketiga, memperkuat kerjasama antar perguruan tinggi
dengan dunia usaha dan industri. Serta keempat memperkuat kapasitas penelitian
tentang kerjasama regional, misalnya strategi peningkatan daya saing nasional,
pemerintah, industri, dan SDM.(Hanafi, dalam seminar Nasional).
Upaya peningkatan relevasi dalam
sistem pendidikan bertujuan agar hasil pendidikan
sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dalam artian prosese pendidikan dapat
memberikan dampak pemenuhan kebutuhan peserta didik, baik kebutuha kerja ,
kehidupan dimasyarakat, dan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.( Kadir,hlm.255).
Pendidikan
Pascasarjana memiliki peran strategis dalam mencetak sumber daya manusia (SDM)
berkualitas. Terlebih pada era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) seperti sekarang
ini dimana SDM berkualitas yang siap dari segi ketrampilan kerja, memiliki etos
kerja keras, berdedikasi baik dan jujur serta bukan hanya memiliki IQ yang
tinggi saja tetapi EQ dan SQ juga yang menjadi kunci utama memenangkan
kompetisi dalam era MEA.
Peran
pendidikan pascasarjana sebagai genderang perang bukan berarti harus berperang
dengan senjata, akan tetapi perang ideologi dan pemikiran yang dipadupadankan
dengan kemampuan, genderang perang memiliki makna semangat perjuangan, jadi
Pendidikan Pascasarjana sebagai genderang perang adalah pemberi semangat dan
pencipta tenaga didik yang profesional dan siap kerja yang relevan dengan
perkembangan zaman yang siap bersaing di era MEA. Penulis berharap pendidikan
pascasarjana dapat menjadi genderang perang yang relevan yang siap menghantarkan
dan mengiringi anak bangsa sehingga memilki kontribusi besar dalam era MEA,
sehingga mendorong Indonesia menjadi negara yang maju dan terciptanya Indonesia
emas.
Referensi:
Kadir,
Abdul, 2012, Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Mulyasa. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi :
Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Katalog BPS.1101001. Statistik Indonesia 2015.Badan Pusat Statistik, statistics
indonesia.
Hanafi, Taufik. Seminar
Nasional yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi UNY bekerjasama dengan Asosiasi
Profesi Pendidik Ekonomi Indonesia (ASPROPENDO), Sabtu, 9 Mei 2015.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06¬ab=4
mantap....
BalasHapusbenar sekali, artikel ini wajib di baca. Era Mea sangat membutuhkan pendidikan. karena inilah senjata kita yang paling ampuh untuk melawan persaingan yang sangat ketat ini. sebab tanpa pendidikan kita akan tertindas dan kalah dalam perjuangan.
BalasHapus