Membangun Kerangka Berpikir yang Philosophy

MEMBANGUN KERANGKA BERPIKIR YANG PHILOSOPHY 
(Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu) 

Oleh: Syahrial (16701251015) 
Prodi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan – S2 / Kelas B 2016 
Universitas Negeri Yogyakarta 

       
 Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Berikut ini saya sampaikan hasil refleksi dari materi beberapa pertemuan yang di sampaikan oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. dalam matakuliah filsaft ilmu. 
        Mengenal filsafat sejatinya bagaikan mengenal diri kita sendiri dan alam semesta baik secaara kontekstual maupun tidak. Jika kita ingin mengenal filsafat maka kenali diri kita dan kenali interaksi yang ada di dunia ini baik yang ada maupun yang mungkin ada, walaupun sejatinya kita tidak akan mampu memphilosophy kan seluruh dunia ini,di situ lah peran hati dan keyakinan harus di gunakan. Objek dari sebuah filsafat adalah konsep berpikir dan semua yang ada dan yang mungkin ada. Jadi semua yang belum kita ketahui itu adalah yang mungkin ada, sebenar-benar belajar adalah mengadakan dari yang mungkin ada. Yang belum kita ketahui di dunia ini sangat banyak sekali seperti yang di sampaikan Prof. Marsigit. Bahwa yang tidak kita ketahui Seribu di kalikan seribu di pangkatkan seribu belum cukup untuk menghitungnya.
       Dalam berpikirpun ada dimensinya, dan dimensi itu selalu berkembang dan dimensi itu naik turun. Maka ketika kita masih kecil dimensi pikiran kita akan beda dengan dimensi pikiran orang dewasa, dan ketika sudah tua maka pola berpikir kita pun mulai turun kembali seperti anak-anak dan mudah lupa.

         Seperti yang di sampaikan Pak Marsigit bahwa kita hidup itu iconik jadi kita mau memunculkan icon yang mana terserah kita, misalnya iconik kekayaan, iconik kecantikan, iconik kepandaian, iconik supranatural dsb. Jadi ketika kita sedang belajar filsafat maka iconik kita adalah filsafat. Maka ada istilah the power of mind , contohnya ada seorang aktor dari AS yang sangat hebat dan ahli gulat dan dia mengidam-idamkan anak laki-laki sedangkan yang lahir adalah anak perempuan dan dia tidak bisa menerima, dan semenjak lahir anak tersebut diperlakukan dan di latih layaknya seorang lelaki, dan pada usia 35 tahun si anak tadi sudah totaly kejiwaan, pikiran seperti laki-laki, tetapi secara fisik masih perempuan, dan pada saat usia tersebut dia di sukai oleh seorang lelaki dan dia merasa aneh. Dan akhirnya si anak tadi akhirnya dilema dan memutuskan untuk menjadi laki-laki dan melakukan operasi fisik dsb, begitulah the power of mind. Begitulah kuatnya pikiran yang kita miliki, apabila kita tidak menggunakan pikiran kita sesuai dengan ruan
g dan waktunya maka kekacauan yang akan terjadi, maka pikiran kita pun harus yang philosophy, jangan sampai pikiran kita hanya sampai pada berpikir yang material, contohnya seorang mahasiswa yang berpikirnya hanya pada tingkatan material maka ketika ada benturan maka dia akan tawuran dsb, padahal seharusnya mahasiswa itu adalah adu pikir dan adu konsep.
      Seperti yang di sampaikan oleh Pak Marsigit pada pertemuan ke lima pada tanggal 5 oktober 2016 bahwa gejala tawuran dan anarkisme tersebut dari konteks indonesia dan negeri ini sendiri mengalami disorientasi karena teknologi, modern culture dsb. dan hal tersebut dapat di telusuri bahwa kenapa hal tersebut bisa terjadi, awalannya dari Agustio Comte, Agustio comte mengatakan bahwa jika engkau ingin membangun dunia tidak bisa dengan landasan agama karena agama tidak logis, dan hal ini sangatlah berbahaya apabila pemahaman agustio comte di gunakan seutuhnya. Dan ternyata filsafat itu adalah hidup dan hidup itu adalah interaksi antara mikrokosmis dan makrokosmos, isi dan wadah. Jadi apa yang terjadi dan yang kita lihat termasuk tawuran adalah bayangan dari narasi besarnya. Maka kasus yang tawuran itu sebenarnya karena mereka berpikir bahwa bayangan yang paling pas dan sesuai untuk menyelesaikan masalah adalah dengan tawuran, maka secara mikro sebenar-benarnya kita mengalami fenomena comte walupun kita banyak menghujat pemikiran comte, contohnya ketika memiliki HP baru maka akan sibuk dengan HP baru kita dan terancam spiritual kita, dan menduakan sepiritual.

     
Maka menanggapi kerangka berpikir yang philosophy kita harus meninggalkan dunia material dan beranjak formal dan filsafat, maka Immanuel Kant menjelaskan bahwa sebanar-benar ilmu ialah menggunakan logika dan juga menggunakan pengalaman. Jadi ketika kita ingin membangun kerangka berpikir yang philosophy maka kita harus menggunakan logika dan menggunakan pengalaman, dan mencermati sisibaik dan buruknya apa saja yang ada maupun yang mungkin ada di ruang dan waktu. Rasio atau unsur daripada pikiran menurut Immanuel Kant itu terdiri dari dua yaitu analitik apriori, dan unsur daripada pengalaman ada dua yaitu sintetik aposteriori. Analitik itu adalah pikiran, contoh mimpi itu ada dalam pikiran maka mimpi tidak perlu pakai labolatorium, cukup tidur saja bisa dapat mimpi dan dapat kesimpulan. Analitik itu juga dikatan konsisten, dan setiap yang logis itu sudah dikatakan analitik. Sedangkan apriori itu ialah sesuatu yang benar walaupun belum ada kenyataannya atau bisa dipikirkan walaupun belum
melihat bendanya, contohnya jika A ketemu B, C ketemu D maka pasti S ketemu T, walaupun belum pernah melihat dan belum pernah ketemu namun sudah pasti benar. Dan sintetik itu ialah baru paham setelah kejadiannya, contoh satu menghasilkan yang lain dan yang lain menghasilkan satu dengan yang lain, maka satu berbeda dengan yang lain, dua berbeda dengan yang lain karena terikat ruang dan waktu.
       Maka sebenar-benar ilmu dan membangun kerangka berpikir yang filsafat ialah sintetik apriori yaitu yang dipikirkan dan yang juga di lakukan. Jadi ketika kita telah bisa membangun kerangka berpikir yang philosophy dan tidak berpikir yang material lagi maka kita akan mencapai namanya ketenangan dan kedamaian, ketika kita menjadi guru dan mengerti ruang dan waktu serta mengerti pola pikir yang sesuai jika anak kecil maka menggunakan pola sintetik aposteriori, namun jika dengan orang dewas maka menggunakan analitik apriori. Berpikir adalah kunci dari setiap perbuatan karena pikiran kita ini sangatlah luas dan tidak terbatas, berpikir yang philosophy ialah berpikir yang sesuai dengan ruang dan waktu, karena sebanar-benar filsafat adalah apa yang ada dan yang mungkin ada, dan untuk mencapai itu maka menggunakan pikiran yang philosophy. Mengungkapkan pikiran dengan bahasa pun harus jelas karena sebenar-benar filsafat itu adalah bahasa yang paling mudah di pahami oleh orang.
      Maka mari kita membangun kerangka berpikir kita yang philosophy karena setiap manusia memiliki the power of mind, dan itu harus digunakan sesuai ruang dan waktu. Namun setinggi apapun kekuatan pikiran yang kita miliki tetap saja kita manusia yang lemah dan pnuh dengan keterbatasan, maka disitulah kita perlu yang namanya hati, karena berpikir jernih di sertai dengan hati yang jernih juga maka kehidupan kita akan lebih berarti dan bermanfaat, berpikir yang philosophy juga merupakan sebagai refleksi diri kita dalam menjalani hidup, karena sejatinya filsafat itu adalah refleksi. Dan untuk membangun kerangka berpikir yang philosophy maka kita harus meninggalkan kerangka berpikir yang masih bersifat material. Dan kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Tuhan Yanag Maha Esa. Demikianlah refleksi yang dapat saya sampaikan, semoga refleksi ini menjadi pelajaran bagi diri saya dan siapa saja yang membacanya dan membuat kita menjadi lebih baik lagi. Amiin.

0 Response to "Membangun Kerangka Berpikir yang Philosophy "

Posting Komentar